Kamis, 13 September 2012

Perkembangan Islam Pada Zaman Bani Abbasiyah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang Masalah
            Pergantian pemimpin di kalangan umat Islam setelah khalifah Usman tidak terlepas dari pertikaian yang tajam hingga melahirkan peperangan. Sepeninggal Ali berdirilah Bani Umayyah sebagai penguasa kaum muslim. Dinasti ini hannya mampu bertahan 90 tahun, sejak tahun 661- 750 M. Bani Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Kejayaan Islam mencapai puncaknya pada dinasti ini berkuasa. Sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir dari Syed Mahmudunnasr bahwa hasil besar yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena landasannnya telah dipersiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah memanfaatkannya. Meskipun demikian menurut penulis keberhasilan Daulah Abbasiyah juga didukung oleh kecermelangan dan kecerdasan khalifah Bani Abbasiyah itu sendiri. karena kami tertarik untuk membahas masalah tersebut dan kami juga ingin mengetahui kemajuan apa saja yang berkembang saat itu
1.2       Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui sejarah peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah.
2.         Untuk mengetahui kemajuan apa saja yang dicapai saat itu.
3.         Untuk mengetahui penyebab kemnduran dan kehancuran Bani Umayyah.

1.3       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.         Sejak kapan Bani Abbasiyah didirikan?
2.         Siapa saja yang pernah pemimpin Bani Abbasiyah?
3.         Kemajuan apa saja yang dicapai pada saat itu?
4.         Apa penyebab kemunduran dan kehancuran Bani Abbasiyah?

1.4       Sistematika Penulisan
            Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Pembahasan, dan Bab III Penutup.




BAB II
PEMBAHASAN
A.     PEMBENTUKAN
Dinasti Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas as-Saffah yang nama lengkapnya adaah Abdulah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas. Beliau lahir pada tahun 104 H/723 M dan meninggal di Hasyimiah pada bulan Zulhijah 136H/juni 754 M. Dinamakan dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini terbentuk melalui kudeta/revolusi yang dilakuakn oleh Abu Abbas as-Shaffah dengan dukungan kaum Mawai dan Syiah terhadap dinasti Umayyah dipusat kota Damaskus pada tahun 132 H/750M. Gelar as-Shaffah “bloodshedder” berarti “ yang haus darah” diberikan belakangan oleh para penulis sejarah sehubungan dengan kebijakan membunuh seluruh keturunan Umayyah dan semua lawan poitiknya termasuk kelompok Syiah yang sebelumnya bahu-membahu dengan kekuatan Abbasiyah menjatuhkan dinasti Bani Umayyah.

Bani Abbas menjadi penguasa islam melanjutkan dinasti bani Umayyah setelah melalui perjalanan panjang. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Pada  mulanya Bani Hasyim menuntut kekhalifahan berada ditangan mereka karena merasa keluarga Nabi SAW yang terdekat.tuntutan yang sudah ada sejak lama itu baru menjadi gerakan ketika dinasti Bani Umayyah berdiri mengalahkan Ali Ibn Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim. Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar Ibn Abdu Aziz (717-720 M) menjadikan Khalifah dinasti Bani Umayyah. Ketentraman dan stabilitas negara dalam kepemimpinan Umar  yang adil, dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat  di Humaymah (Hamimah, di Syam dekat Damsyik).

Bani Abbasiyah mendapat kemenangan dan terus menguasai Syam (Suriah) hingga Damaskus, Ibu kota dinasti Bani Umayyah tahun 132 H/750 M. Tahun itulah dinasti abbasiyah dinyatakan berdiri dengan Khalifah pertamanya Abu Abbas as-Syaffah[1].
Ditinjau dari proses pembentukannya, sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir dari Philip K. Hitti, bahwa Dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar antara lain:
1. Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasti sebelumnya
2. Dasar universal, tidak berlandaskan atas kesukuan;
3. Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
4. Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam;
5. Pemerintah bersifat Muslim moderat, Ras Arab hannyalah dipandang sebagai salah satu bagian di antara ras-ras lain;
6. Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.


Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat
kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.

Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran  Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan.

Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran:
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah.Muhammad meninggal tahun 125 H/743 M dan digantikan oleh anaknya, Ibrahim al-Imam yang mengangkat Abu Muslim al-Khurasani sebagai panglima perangnya. Khurasan berhasil direbut oleh Abu Muslim sementara Ibrahim al-Imam tertangkap pemerintah Umayyah pada awal tahun 132 H/794 M sehingga dipenjara sampai meninggal. Semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.

B.     PERKEMBANGAN POLITIK, ADMINISTRASI DAN EKOMOMI
Kepala negara adalah seorang khalifah yang setidaknya dalam teori, memegang semua kekuasaan. Sejak masa ke-8, Al-Mu’tashimbi Allah (833-842), hingga akhir pemerintahan Dinasti Abbasiyah, para khalifah mulia mengklaim gelar yang disandingkan dengan nama Allah. Pada masa kemundurannya, rakyat mulai menyebut mereka dengan gelar-gelar yang berlebihan seperti khalifah allah (wakil tuhan) dan zhill Allah ‘ala al-ardh (bayangan Tuhan di muka bumi). Gelar-gelar semacam itu pertama kali diberikan pada Al-Mutawakkil (847-861) dan terus bertahan hingga hari-hari terakhir Turki Utsmani.

Prinsip pergantian kepemimpinan secara turun-temurun yang belum didefinisikan secara tegas, seperti yang telah dipraktikkan pada masa Umayyah, juga diikuti oleh Dinasti Abbasiyah, beserta seluruh dampak buruknya. Seorang khalifah yang sedang berkuasa akan menunjuk sebagai penggantinya seorang anak yang ia senangi atau ia pandang cakap, atau saudaranya yang menurutnya paling tepat. Dari 24 khalifah pertama yang memerintah hampir selama dua setengah abad (750-991), hanya enam khalifah yang mengangkat anaknya sebagai penggantinya.

Khalifah dibantu oleh seorang pejabat rumah tangga istana (khajib) yang bertugas memperkenalkan para utusan dan pejabat yang akan mengunjungi khalifah sehingga pengaruhnya di istana menjadi cukup besar. Ada juga seorang eksekutor dimana pada masa itu ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat penyiksaan muncul pertama kalinya dalam sejarah Arab. Dibawah khalifah terdapat wazir, yang tugasnya banyak dipengaruhi oleh tradisi orang Persia, berperan sebagai tangan kanan khalifah, dan kekuasaannya semakin bertambah besar ketika atasannya “khalifah”, semakin tenggelam di tengah harem-haremnya.

Ada 2 jenis jabatan Wazir : seorang tafwid ( yang memiliki otoritas penuh dan tak terbatas) yang memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya ; seorang tanfidz (yang memiliki kekuatan eksekutif saja) artinya tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, administrasi pemerintah menjadi lebih rumit dibanding sebelumnya, terutama dalam sistem perpajakan dan peradilan. Karena keuangan merupakan perhatian utama pemerintah, maka biro keuangan (¬diwan al-kharaj), atau departemen keuangan (bayt al-mal), seperti pada masa Dinasti Umayyah, tetap menjadi badan negara yang paling penting, yang kepalanya sering disebut “tuan penarik pajak”, merupakan pejabat penting dalam pemerintahan.
a.         Sumber Pemasukan Negara
Selain pajak, sumber pendapatan negara yang lain adalah zakat yang merupakan satu-satunya pajak yang diwajibkan atas setiap orang Islam. Zakat dibebankan atas tanah produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan, dan harta milik lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami atau pun telah diusahakan. Sumber pendapatan utama lainnya adalah pajak dari bangsa lain, uang tebusan, pajak perlindungan dari rakyat nonmuslim (jizyah), pajak tanah (kharaj), dan pajak yang diambil dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam.

b.         Biro-biro Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, juga memiliki kantor pengawas (diwan al-zimam) yang pertama kali diperkenalkan oleh Al-Mahdi ; dewan korespondensi atau kantor arsip (diwan al-tawqi) yang menangani semua surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan (diwan al-nazhar fi al-mazhalim) adalah sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada  departemen administratif dan politik ; departemen kepolisian (diwan al-syurthah) dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai shahib al-syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana ; serta departemen pos (shahib al-barid).

c.          Administrasi Wilayah Pemerintahan
Sama halnya seperti pada masa Umayyah dengan pola pemerintahan pada kekuasaan Bizantium dan Persia, pembagian wilayah kerajaan ke dalam provinsi di Bani Abasiyyah dipimpin oleh seorang Gubernur (tunggal amir  atau amil). Berikut merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifahan Baghdad :
1.         Afrika di sebelah barat Gurun Libya bersama dengan Silsilia,
2.         Mesir,
3.         Suriah dan Palestina yang terkadang dipisahkan,
4.         Hijaz dan Yamamah (Arab Tengah),
5.         Yaman dan Arab Selatan,
6.         Bahrain dan Oman dengan Bashrah dan Irak sebagai ibukotanya,
7.         Sawad atau Irak (Mesopotamia bawah, dengan kota utamanya setelah Baghdad, yaitu Kuffah dan Wasit,
8.         Jazirah (yaitu kawasan Assyiria kuno, bukan Semenanjung Arab) dengan ibukota Mosul,
9.         Azerbaijan dengan kota besarnya seperti Ardabil, Tibriz, dan Maraghah,
10.       Jibal (perbukitan, Media kuno) kemudian dikenal dengan Irak Ajami (Iraknya orang Persia) dengan kota utama, Hamadan (Ecbatana lama), Rayy, dan Isfahan,
11.       Kuzistan dengan kota besarnya Ahwaz dan Tustar,
12.       Faris dengan Syiraz sebagai ibukotanya,
13.       Karman dengan ibukotanya Karman,
14.       Mukran yang mencakup Balukistan modern, dan dataran tinggi yang darinya terlihat lembah Indus,
15.       Sijistan atau Sistan yang beribukota di Zaranj
16.       Quhistan,
17.       Qumis,
18.       Tabaristan,
19.       Jurjan,
20.       Armenia,
21.       Khurasan (bagian Afganistan sebelah barat laut, kota utamanya Naisbur, Marw, Heart, dan Balkh,
22.       Khwarizm dengan ibukotanya di Kats,
23.       Shougda antara Oxus dan Jaxartes dengan dua kota terkenalnya, Bukhara dan Samarkand,
24.       Farghanah, Tashken, dan daerah Turki lainnya.
C. KEMAJUAN PERADABAN PADA MASA BANI ABBASIYAH
Pada dinasti abbasiyah adalah masa keemasan islam, yakni dalam bidang ilmu dan kebudayaan. Dibidang ilmu, maupun ilmu agama,ilmu filsafat dan ilmu sains. Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan didinasti abbasiyah adalah:
Kebijakan politik dari khalifah yang mengangkat orang-orang non arab (persia) sebagai menteri. Kebanyakan orang persia diangkat menjadi menteri dikarenakan, orang-orang persia mempunyai peradaban yang sangat tinggi dari pada orang arab asli. Selain itu orang arab asli lebih menyibukan oleh urusan politik dan militer
Kebijakan khalifah yang sangat mendukung pada bidang ilmu pengeteahuan. Beberapa kebijakan yaitu memberikan bayaran atau gaji kepada penerjemah buku, dari penrjemah orang arab asli hingga golongan kristen, sabi dan penyembah bintang. Buku-buku yang diterjemahkan adalah buku-buku yang dikarang oleh orang-orang yunani seperti, plato, aristoteles dan archimedes. Selain itu khalifah membangun bait al-hikmah sekolah, perpustakaan, obeservatorium dan tempat tinggal kepada guru-guru besar. Pindahnya pusat pemerintahan ke baghdad yang merupakan lintas perdagangan internasional.
Ilmu agama yang berkembang pada dinasti abbasiyah adalah:
·         Ilmu hadist
Tokoh yang terkenal dalam ilmu hadist adalah abu bukhari ibn muslim, ibnu majjah, ibnu dawud, al-tirmidzi dan al-nasa’i.
·         Ilmu tafsir
Tokoh yang terkenal ilmu hadist pada dinasti abbasiyah adalah, abu bakar al-hasam, abu muslim, ibnu jaru al-asadi dan ar-razy.
·         Ilmu fikih
Tokoh yang terkenal adalah abu hanifah, yang terkenal dengan imam maliki, ahmad ibn hambali
·         Ilmu tasawuf
·         Ilmu kalam atau theologi
·         Ilmu sejarah
·         Ilmu bahasa, ilmu qoriah
·         ilmu sastra
dan salah satu yang terkenal dalam bidang sastra yaitu tentang buku seribu satu malam dibidang ilmu sains yang berkembang pada dinasti abbasiyah adalah bidang kedokteran.
Tokoh   yang terkenal adalah Al-razi dengan bukunya  al-hawi, ibn sina al-syifa, ibn sina dikenal dengan julukan  the prince of physsicians, lalu al-kindi, abu ali yahya dengan bukunya cibic et medicines simplicibus. ilmu kimia tokohnya adalah jabir ibn hayyan, ibnmiskawaih. astronomi tokohnya adalah al-biruni, ia berhasil menetukan garis lintang dan garis bujur secara akurat, nasirudin tusi, ia meyusun tabel astronomi, al-fazari orang yang pertama kali meyusun astrolabel, atau yang disebut alat pengukur tinggi bintang, al-fargani yang mentapkan jarak antar planet dan mengukur diameter planet-planet.matematika tokohnya adalah al-khawarizmi ia adalah orang yang menemukan angka 0 pada aba XI dan penyelsaian persamaan linear, omar khayam ia menyelesaikan persamaan kubik, abul wafa, yaitu orang yang pertama kali menyusun tabel sinus, tangens, dan dia juga memperkeanlkan hubungan secant dan cosecant. Optik  tokohnya adalah ali al-hasan, dia mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran dan inversi bdari bayangan .fisika tokohnya adalah bu raihan muhamad al-baituni, sebelum galileo ia berhasil mengemukakan tentang bumi berputar sekitar arsnya. Ia berhasil menyelidiki tentang kecepatan suara dan kecepatan cahaya. Geografi abu al hasan seorang pengembara abad X ia menulis buku maruj al-jahab.. al-qawizni menulis tentang the wonders of lands.

D. KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar).
A.        Faktor  Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan[1].
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Perebutan kekuasaan
Perebutan kekuasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap provinsi-provinsi di bawah kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antrara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (Khalifah ke-13) menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas[3].
2.         Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti. Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki[2].
3.         Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis[1].
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.
B.         Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1.         Perang salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib[1].
Perang salib yang berlangsung  dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre[1].
2.         Adanya pemberontakan yang terus-menerus
pemberontakan terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukan dari Turki dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara finansial[2].
3.         Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat[1]. serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku itu[2].

E. PROSES RUNTUHNYA DINASTI ABBASIYAH

Pada tanggal 10 februari 656 H/1258 M, Baghdad menghadapi serbuan pasukan mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, cucu Jengis Khan. Perlawanan kaum Muslimin dapat mereka patahkan. Pasukan Tartar di bawah komando Yagunus memasuki kota Baghdad dari jurusan Barat, sedang pasukan lainnya yang langsung dipimpin Hulagu Khan masuk dari jurusan Timur. Ketika Khalifah al-Musta’shim beserta beberapa pembesar negara dan tokoh-tokoh masyarakat keluar untuk menjumpai mereka (pasukan Mongol) semua dipancung lehernya, termasuk al-Musta’shim sendiri yang telah dibunuh diseret-seret dengan kuda. Pasukan mongol kemudian membludak memasuki baghdad lewat semua jurusan. Tiga puluh empat hari lamanya pedang mereka merajalela, hanya sedikit saaajaaa penduduk yang selamat. Beberapa dari keluarga bani abbasiyah dapat melarikan diri, dan diantaranya akhirnya ada yang menetap di Mesir.
Menurut beberapa sumber sejarah, kedatangan Hulagu ke baghdad atas undangan seorang wazir yang bernama ibn al-Rafidiy ( penganut aliran ekstrem Syi’ah). Ia yakin Hulagu pasti akan membunuh khalifah al-Mustha’shim dan setelah itu Hulagu tentu akan pergi ke baghdad. Dengan demikian, ibn al-Aqami dapat memindahkan kekuatan kekhalifahannya ke tangan orang-orang “Awaliyyin”. Tetapi kenyataannya, setelah pasukan mongol membunuh khalifah, mereka merampok semua yang terdapat di dalam istana lalu membakar kota Baghdad sehingga bayak sekali penduduk yang mati.

Jadi dapat dikatakan bahwa Sebab –sebab keruntuhan daulah Abbasyiah yaitu :
A.        Keruntuhan dari segi internal ( dari dalam )
           Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
           Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
           Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
           Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
           Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
           Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.

B.         Keruntuhan dari segi eksternal (dari luar )
           Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
           Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.



















BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa diansti bani Abbasiyah ini meneruskan dinasti bani umayah. Terbentuknya  Bani Abbasiyah ini terbentuk melalui kudeta/revolusi. Dimana sebelumnya telah terjadi pemberontakan antara pihak bani Umayyah dan bani Abbasiyah, yang dimenangkan oleh bani Abbasiyah. Pada tahun 132 H/750 M dinasti abbasiyah dinyatakan resmi berdiri.
Perkembangan yang dicapai pada massa dinasti Abbasyah ini dalam bidang politik, administrasi dan ekonomi. Adapun kemajuan yang terjadi pada masa ini dalam bidang keilmuan terutama ilmu kedokteran.
Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar). Faktor internal diantaranya Perebutan kekuasaan, Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri dan Kemerosotan Perekonomian. Sedangkan faktor eksternal diantaranya perang salib, Adanya pemberontakan yang terus-menerus, dan Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah. Begitupun proses keruntuhannya terdiri faktor internal dan faktor eksternal.




























BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


[5] Suntiah.Ratu;Maslani, Drs. 2010. Sejarah Peradaban Islam:CV.Insan Mandir,Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar