BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pergantian pemimpin di kalangan umat
Islam setelah khalifah Usman tidak terlepas dari pertikaian yang tajam hingga
melahirkan peperangan. Sepeninggal Ali berdirilah Bani Umayyah sebagai penguasa
kaum muslim. Dinasti ini hannya mampu bertahan 90 tahun, sejak tahun 661- 750
M. Bani Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Kejayaan Islam mencapai
puncaknya pada dinasti ini berkuasa. Sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir
dari Syed Mahmudunnasr bahwa hasil besar yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan
karena landasannnya telah dipersiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah
memanfaatkannya. Meskipun demikian menurut penulis keberhasilan Daulah
Abbasiyah juga didukung oleh kecermelangan dan kecerdasan khalifah Bani
Abbasiyah itu sendiri. karena kami tertarik untuk membahas masalah tersebut dan
kami juga ingin mengetahui kemajuan apa saja yang berkembang saat itu
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah peradaban
Islam pada masa Bani Abbasiyah.
2. Untuk mengetahui kemajuan apa saja yang
dicapai saat itu.
3. Untuk mengetahui penyebab kemnduran dan
kehancuran Bani Umayyah.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejak kapan Bani Abbasiyah didirikan?
2. Siapa saja yang pernah pemimpin Bani
Abbasiyah?
3. Kemajuan apa saja yang dicapai pada
saat itu?
4. Apa penyebab kemunduran dan kehancuran
Bani Abbasiyah?
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini
terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Pembahasan, dan Bab III Penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PEMBENTUKAN
Dinasti
Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas as-Saffah yang nama lengkapnya adaah
Abdulah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas. Beliau lahir pada tahun
104 H/723 M dan meninggal di Hasyimiah pada bulan Zulhijah 136H/juni 754 M.
Dinamakan dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini terbentuk melalui
kudeta/revolusi yang dilakuakn oleh Abu Abbas as-Shaffah dengan dukungan kaum
Mawai dan Syiah terhadap dinasti Umayyah dipusat kota Damaskus pada tahun 132
H/750M. Gelar as-Shaffah “bloodshedder” berarti “ yang haus darah” diberikan
belakangan oleh para penulis sejarah sehubungan dengan kebijakan membunuh
seluruh keturunan Umayyah dan semua lawan poitiknya termasuk kelompok Syiah
yang sebelumnya bahu-membahu dengan kekuatan Abbasiyah menjatuhkan dinasti Bani
Umayyah.
Bani
Abbas menjadi penguasa islam melanjutkan dinasti bani Umayyah setelah melalui
perjalanan panjang. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri.
Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala
pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan
ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan
Abbul Abbas. Pada mulanya Bani Hasyim
menuntut kekhalifahan berada ditangan mereka karena merasa keluarga Nabi SAW
yang terdekat.tuntutan yang sudah ada sejak lama itu baru menjadi gerakan ketika
dinasti Bani Umayyah berdiri mengalahkan Ali Ibn Abi Thalib dan bersikap keras
terhadap Bani Hasyim. Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar Ibn Abdu Aziz
(717-720 M) menjadikan Khalifah dinasti Bani Umayyah. Ketentraman dan
stabilitas negara dalam kepemimpinan Umar
yang adil, dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan
merencanakan gerakannya yang berpusat di
Humaymah (Hamimah, di Syam dekat Damsyik).
Bani
Abbasiyah mendapat kemenangan dan terus menguasai Syam (Suriah) hingga
Damaskus, Ibu kota dinasti Bani Umayyah tahun 132 H/750 M. Tahun itulah dinasti
abbasiyah dinyatakan berdiri dengan Khalifah pertamanya Abu Abbas as-Syaffah[1].
Ditinjau
dari proses pembentukannya, sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir dari
Philip K. Hitti, bahwa Dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar antara
lain:
1.
Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasti sebelumnya
2.
Dasar universal, tidak berlandaskan atas kesukuan;
3.
Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar
keningratan.
4.
Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam;
5.
Pemerintah bersifat Muslim moderat, Ras Arab hannyalah dipandang sebagai salah
satu bagian di antara ras-ras lain;
6.
Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.
Sebelum
daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat
kegiatan
kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri
dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi
SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat
itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah
merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan
pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan
dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia
bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula
dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai
warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh
pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan
yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan
dukungan.
Di
bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan dalam
dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan
pertempuran:
Selama
Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim
keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari
golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya
mendukung Bani Umayyah.Muhammad meninggal tahun 125 H/743 M dan digantikan oleh
anaknya, Ibrahim al-Imam yang mengangkat Abu Muslim al-Khurasani sebagai
panglima perangnya. Khurasan berhasil direbut oleh Abu Muslim sementara Ibrahim
al-Imam tertangkap pemerintah Umayyah pada awal tahun 132 H/794 M sehingga
dipenjara sampai meninggal. Semenjak itu dimulailah gerakan dengan
cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H
Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian
Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.
B.
PERKEMBANGAN
POLITIK, ADMINISTRASI DAN EKOMOMI
Kepala
negara adalah seorang khalifah yang setidaknya dalam teori, memegang semua
kekuasaan. Sejak masa ke-8, Al-Mu’tashimbi Allah (833-842), hingga akhir
pemerintahan Dinasti Abbasiyah, para khalifah mulia mengklaim gelar yang
disandingkan dengan nama Allah. Pada masa kemundurannya, rakyat mulai menyebut
mereka dengan gelar-gelar yang berlebihan seperti khalifah allah (wakil tuhan)
dan zhill Allah ‘ala al-ardh (bayangan Tuhan di muka bumi). Gelar-gelar semacam
itu pertama kali diberikan pada Al-Mutawakkil (847-861) dan terus bertahan
hingga hari-hari terakhir Turki Utsmani.
Prinsip
pergantian kepemimpinan secara turun-temurun yang belum didefinisikan secara
tegas, seperti yang telah dipraktikkan pada masa Umayyah, juga diikuti oleh
Dinasti Abbasiyah, beserta seluruh dampak buruknya. Seorang khalifah yang
sedang berkuasa akan menunjuk sebagai penggantinya seorang anak yang ia senangi
atau ia pandang cakap, atau saudaranya yang menurutnya paling tepat. Dari 24
khalifah pertama yang memerintah hampir selama dua setengah abad (750-991),
hanya enam khalifah yang mengangkat anaknya sebagai penggantinya.
Khalifah
dibantu oleh seorang pejabat rumah tangga istana (khajib) yang bertugas
memperkenalkan para utusan dan pejabat yang akan mengunjungi khalifah sehingga
pengaruhnya di istana menjadi cukup besar. Ada juga seorang eksekutor dimana
pada masa itu ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat penyiksaan muncul
pertama kalinya dalam sejarah Arab. Dibawah khalifah terdapat wazir, yang
tugasnya banyak dipengaruhi oleh tradisi orang Persia, berperan sebagai tangan
kanan khalifah, dan kekuasaannya semakin bertambah besar ketika atasannya
“khalifah”, semakin tenggelam di tengah harem-haremnya.
Ada
2 jenis jabatan Wazir : seorang tafwid ( yang memiliki otoritas penuh dan tak
terbatas) yang memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya ;
seorang tanfidz (yang memiliki kekuatan eksekutif saja) artinya tidak memiliki
inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.
Pada
masa Dinasti Abbasiyah, administrasi pemerintah menjadi lebih rumit dibanding
sebelumnya, terutama dalam sistem perpajakan dan peradilan. Karena keuangan
merupakan perhatian utama pemerintah, maka biro keuangan (¬diwan al-kharaj),
atau departemen keuangan (bayt al-mal), seperti pada masa Dinasti Umayyah,
tetap menjadi badan negara yang paling penting, yang kepalanya sering disebut
“tuan penarik pajak”, merupakan pejabat penting dalam pemerintahan.
a. Sumber Pemasukan Negara
Selain pajak,
sumber pendapatan negara yang lain adalah zakat yang merupakan satu-satunya
pajak yang diwajibkan atas setiap orang Islam. Zakat dibebankan atas tanah
produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan, dan harta milik
lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami atau pun telah diusahakan.
Sumber pendapatan utama lainnya adalah pajak dari bangsa lain, uang tebusan,
pajak perlindungan dari rakyat nonmuslim (jizyah), pajak tanah (kharaj), dan pajak
yang diambil dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam.
b. Biro-biro Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah,
juga memiliki kantor pengawas (diwan al-zimam) yang pertama kali diperkenalkan
oleh Al-Mahdi ; dewan korespondensi atau kantor arsip (diwan al-tawqi) yang
menangani semua surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan
ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan (diwan al-nazhar fi al-mazhalim)
adalah sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tinggi untuk
menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif dan politik ;
departemen kepolisian (diwan al-syurthah) dikepalai oleh seorang pejabat tinggi
yang diangkat sebagai shahib al-syurthah yang berperan sebagai kepala polisi
dan kepala keamanan istana ; serta departemen pos (shahib al-barid).
c. Administrasi Wilayah Pemerintahan
Sama halnya seperti
pada masa Umayyah dengan pola pemerintahan pada kekuasaan Bizantium dan Persia,
pembagian wilayah kerajaan ke dalam provinsi di Bani Abasiyyah dipimpin oleh
seorang Gubernur (tunggal amir atau
amil). Berikut merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifahan
Baghdad :
1. Afrika di sebelah barat Gurun Libya
bersama dengan Silsilia,
2. Mesir,
3. Suriah dan Palestina yang terkadang
dipisahkan,
4. Hijaz dan Yamamah (Arab Tengah),
5. Yaman dan Arab Selatan,
6. Bahrain dan Oman dengan Bashrah dan
Irak sebagai ibukotanya,
7. Sawad atau Irak (Mesopotamia bawah,
dengan kota utamanya setelah Baghdad, yaitu Kuffah dan Wasit,
8. Jazirah (yaitu kawasan Assyiria kuno,
bukan Semenanjung Arab) dengan ibukota Mosul,
9. Azerbaijan dengan kota besarnya seperti
Ardabil, Tibriz, dan Maraghah,
10. Jibal (perbukitan, Media kuno) kemudian
dikenal dengan Irak Ajami (Iraknya orang Persia) dengan kota utama, Hamadan
(Ecbatana lama), Rayy, dan Isfahan,
11. Kuzistan dengan kota besarnya Ahwaz dan
Tustar,
12. Faris dengan Syiraz sebagai ibukotanya,
13. Karman dengan ibukotanya Karman,
14. Mukran yang mencakup Balukistan modern,
dan dataran tinggi yang darinya terlihat lembah Indus,
15. Sijistan atau Sistan yang beribukota di
Zaranj
16. Quhistan,
17. Qumis,
18. Tabaristan,
19. Jurjan,
20. Armenia,
21. Khurasan (bagian Afganistan sebelah barat
laut, kota utamanya Naisbur, Marw, Heart, dan Balkh,
22. Khwarizm dengan ibukotanya di Kats,
23. Shougda antara Oxus dan Jaxartes dengan
dua kota terkenalnya, Bukhara dan Samarkand,
24. Farghanah, Tashken, dan daerah Turki
lainnya.
C. KEMAJUAN PERADABAN PADA MASA BANI ABBASIYAH
Pada
dinasti abbasiyah adalah masa keemasan islam, yakni dalam bidang ilmu dan
kebudayaan. Dibidang ilmu, maupun ilmu agama,ilmu filsafat dan ilmu sains.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan didinasti
abbasiyah adalah:
Kebijakan
politik dari khalifah yang mengangkat orang-orang non arab (persia) sebagai
menteri. Kebanyakan orang persia diangkat menjadi menteri dikarenakan,
orang-orang persia mempunyai peradaban yang sangat tinggi dari pada orang arab
asli. Selain itu orang arab asli lebih menyibukan oleh urusan politik dan
militer
Kebijakan
khalifah yang sangat mendukung pada bidang ilmu pengeteahuan. Beberapa
kebijakan yaitu memberikan bayaran atau gaji kepada penerjemah buku, dari
penrjemah orang arab asli hingga golongan kristen, sabi dan penyembah bintang.
Buku-buku yang diterjemahkan adalah buku-buku yang dikarang oleh orang-orang
yunani seperti, plato, aristoteles dan archimedes. Selain itu khalifah
membangun bait al-hikmah sekolah, perpustakaan, obeservatorium dan tempat
tinggal kepada guru-guru besar. Pindahnya pusat pemerintahan ke baghdad yang
merupakan lintas perdagangan internasional.
Ilmu agama yang
berkembang pada dinasti abbasiyah adalah:
·
Ilmu
hadist
Tokoh yang terkenal
dalam ilmu hadist adalah abu bukhari ibn muslim, ibnu majjah, ibnu dawud,
al-tirmidzi dan al-nasa’i.
·
Ilmu
tafsir
Tokoh yang terkenal
ilmu hadist pada dinasti abbasiyah adalah, abu bakar al-hasam, abu muslim, ibnu
jaru al-asadi dan ar-razy.
·
Ilmu
fikih
Tokoh yang terkenal
adalah abu hanifah, yang terkenal dengan imam maliki, ahmad ibn hambali
·
Ilmu
tasawuf
·
Ilmu
kalam atau theologi
·
Ilmu
sejarah
·
Ilmu
bahasa, ilmu qoriah
·
ilmu
sastra
dan salah satu yang
terkenal dalam bidang sastra yaitu tentang buku seribu satu malam dibidang ilmu
sains yang berkembang pada dinasti
abbasiyah adalah bidang kedokteran.
Tokoh yang
terkenal adalah Al-razi dengan bukunya
al-hawi, ibn sina al-syifa, ibn sina dikenal dengan julukan the prince of physsicians, lalu al-kindi, abu
ali yahya dengan bukunya cibic et medicines simplicibus. ilmu kimia tokohnya adalah jabir ibn hayyan, ibnmiskawaih. astronomi tokohnya adalah al-biruni, ia
berhasil menetukan garis lintang dan garis bujur secara akurat, nasirudin tusi,
ia meyusun tabel astronomi, al-fazari orang yang pertama kali meyusun
astrolabel, atau yang disebut alat pengukur tinggi bintang, al-fargani yang
mentapkan jarak antar planet dan mengukur diameter planet-planet.matematika tokohnya
adalah al-khawarizmi ia adalah orang yang menemukan angka 0 pada aba XI dan
penyelsaian persamaan linear, omar khayam ia menyelesaikan persamaan kubik,
abul wafa, yaitu orang yang pertama kali menyusun tabel sinus, tangens, dan dia
juga memperkeanlkan hubungan secant dan cosecant. Optik tokohnya adalah ali
al-hasan, dia mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran dan inversi bdari
bayangan .fisika tokohnya adalah bu
raihan muhamad al-baituni, sebelum galileo ia berhasil mengemukakan tentang
bumi berputar sekitar arsnya. Ia berhasil menyelidiki tentang kecepatan suara
dan kecepatan cahaya. Geografi abu
al hasan seorang pengembara abad X ia menulis buku maruj al-jahab.. al-qawizni
menulis tentang the wonders of lands.
D. KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
Ada
dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal
(dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar).
A. Faktor
Internal
Sebagaimana
terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak
datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan[1].
Disamping
kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perebutan kekuasaan
Perebutan
kekuasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi
panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun
ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar
yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap
provinsi-provinsi di bawah kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari perebutan
tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi
pemisahan antrara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan
dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena agama tidak
lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya
pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (Khalifah ke-13)
menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas[3].
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang
Memerdekakan Diri
wilayah
kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak,
Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak
dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah
kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya
ditandai dengan pembayaran upeti. Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah
cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena
Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya
di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan
daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah
yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di
pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki[2].
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada
periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan
harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian,
perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik,
perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis[1].
Setelah
khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.
B. Faktor Eksternal
Selain
yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1. Perang salib
Kekalahan
tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah
setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa
peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin
berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan
kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib[1].
Perang
salib yang berlangsung dalam beberapa
gelombang atau peride telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya
Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil
menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre[1].
2. Adanya pemberontakan yang terus-menerus
pemberontakan
terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah,
Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria
menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukan dari Turki
dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran
dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara finansial[2].
3. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan
Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang
Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di
China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan
(603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala
dan suka aberlaku jahat[1]. serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu
Khan. Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah
al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul
Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air
sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku
itu[2].
E. PROSES RUNTUHNYA DINASTI ABBASIYAH
Pada
tanggal 10 februari 656 H/1258 M, Baghdad menghadapi serbuan pasukan mongol di
bawah pimpinan Hulagu Khan, cucu Jengis Khan. Perlawanan kaum Muslimin dapat
mereka patahkan. Pasukan Tartar di bawah komando Yagunus memasuki kota Baghdad
dari jurusan Barat, sedang pasukan lainnya yang langsung dipimpin Hulagu Khan
masuk dari jurusan Timur. Ketika Khalifah al-Musta’shim beserta beberapa
pembesar negara dan tokoh-tokoh masyarakat keluar untuk menjumpai mereka
(pasukan Mongol) semua dipancung lehernya, termasuk al-Musta’shim sendiri yang
telah dibunuh diseret-seret dengan kuda. Pasukan mongol kemudian membludak
memasuki baghdad lewat semua jurusan. Tiga puluh empat hari lamanya pedang
mereka merajalela, hanya sedikit saaajaaa penduduk yang selamat. Beberapa dari keluarga
bani abbasiyah dapat melarikan diri, dan diantaranya akhirnya ada yang menetap
di Mesir.
Menurut
beberapa sumber sejarah, kedatangan Hulagu ke baghdad atas undangan seorang
wazir yang bernama ibn al-Rafidiy ( penganut aliran ekstrem Syi’ah). Ia yakin
Hulagu pasti akan membunuh khalifah al-Mustha’shim dan setelah itu Hulagu tentu
akan pergi ke baghdad. Dengan demikian, ibn al-Aqami dapat memindahkan kekuatan
kekhalifahannya ke tangan orang-orang “Awaliyyin”. Tetapi kenyataannya, setelah
pasukan mongol membunuh khalifah, mereka merampok semua yang terdapat di dalam
istana lalu membakar kota Baghdad sehingga bayak sekali penduduk yang mati.
Jadi
dapat dikatakan bahwa Sebab –sebab keruntuhan daulah Abbasyiah yaitu :
A. Keruntuhan dari segi internal ( dari
dalam )
Mayoritas kholifah Abbasyiah periode
akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban
mereka terhadap negara.
Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan
Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
Semakin kuatnya pengaruh keturunan
Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi
mereka.
Dengan profesionalisasi angkatan
bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
Permusuhan antar kelompok suku dan
kelompok agama.
Merajalelanya korupsi dikalangan
pejabat kerajaan.
B. Keruntuhan dari segi eksternal (dari
luar )
Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
Penyerbuan Tentara Mongol dibawah
pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu
Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di
Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa diansti bani Abbasiyah ini meneruskan dinasti bani
umayah. Terbentuknya Bani Abbasiyah ini terbentuk
melalui kudeta/revolusi. Dimana sebelumnya telah terjadi pemberontakan antara
pihak bani Umayyah dan bani Abbasiyah, yang dimenangkan oleh bani Abbasiyah.
Pada tahun 132 H/750 M dinasti abbasiyah dinyatakan resmi berdiri.
Perkembangan yang
dicapai pada massa dinasti Abbasyah ini dalam bidang politik, administrasi dan
ekonomi. Adapun kemajuan yang terjadi pada masa ini dalam bidang keilmuan
terutama ilmu kedokteran.
Ada dua faktor yang
menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam
sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar). Faktor internal diantaranya Perebutan
kekuasaan, Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri dan Kemerosotan
Perekonomian. Sedangkan faktor eksternal diantaranya perang salib, Adanya
pemberontakan yang terus-menerus, dan Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan
Berakhirnya Dinasti Abbasiyah. Begitupun proses keruntuhannya terdiri faktor
internal dan faktor eksternal.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://efrizalmalalak.blogspot.com/2010/05/proses-berdirinya-bani-abbasiyah.html (Diakses, kamis 8
Nopember 2011)
[2] http://www.stidnatsir.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=109:masa-kemunduran-dan-kehancuran-dinasti-abbasiyah&catid=29:artikel&Itemid=86 (Diakses, kamis 8 Nopember 2011)
[4] http://docs.google.com/:muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
(Diakses, kamis 8
Nopember 2011)
[5]
Suntiah.Ratu;Maslani, Drs. 2010. Sejarah Peradaban Islam:CV.Insan Mandir,Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar